Jumat, 08 Juni 2012

Renungan Hari Ke 21 Ramadhan

PENTINGNYA ZAKAT FITHRAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros



Sudah duapuluh hari kita menyelesaikan puasa Ramadhan tahun ini dan kini menginjak ke hari duapuluh satu yang merupakan awal dari itqun minannar yaitu semoga kita terlepas dari siksa api neraka, memang target akhir puasa itu agar terujudnya mukmin yang muttaqin yaitu bertaqwa kepada Allah, tidak ada balasannya taqwa itu selain syurga, selayaknya sepuluh hari atau sembilan hari ke depan semakin baik ibadah puasa yang kita lakukan, tarawih, tahajud, zikir, doa dan tilawah serta infaq dan sedekah tidak mengurangi semangat walaupun Ramadhan telah menepi untuk meninggalkan kita. banyak yang perlu dipersiapkan memasuki hari keduapuluh satu atau sepuluh hari ketiga Ramadhan ini, selain ibadah rutin, maka zakat dan zakat fithrah penting ditunaikan.


Kegiatan Ramadhan yang semarak akan berakhir, terpaksa atau suka rela, kita akan meninggalkannya dan atau dia meninggalkan kita. Semua itu akan berlansung secara alami dan wajar, ”Puasalah kamu dengan sebaik-baiknya seolah-olah ini puasamu yang terakhir” [Hukama]. Maksudnya agar kita melaksanakan dengan serius karena ini ibadah puasa yang terakhir bagi kita ditahun ini karena belum tentu kita akan bertemu dengan Ramadhan ditahun yang akan datang.

Rasulullah dan para sahabat dikala Ramadhan akan berakhir sangat sedih bahkan menangis, bahkan nabi menyatakan, seandainya ummat ini tahu keutamaan bulan Ramadhan, maka mereka berharap agar seluruh bulan ini adalah Ramadhan. Walau hanya satu bulan dalam setahun,seorang mukmin berupaya mengoptimalkannya sehingga bisa berkualitas sepanjang tahun.

Ada satu kegiatan yang tidak boleh dilupakan ummat islam yaitu membayar zakat fithrah, paling lambat sebelum khatib Idul Fithri turun dari mimbar, untuk menyempurnakan puasa yang dilakukan satu bulan. Jika ada cacat dan celanya hingga ada nilai kurangnya, dapat ditambal dengan pembayaran zakat fithrah. Selain itu untuk menyantuni fakir miskin supaya dia tidak memikirkan lagi darimana dapat makanan karena disediakan saudaranya yang mampu walau minimal melalui zakat fithrah,”Puasa seseorang tergantung antara langit dan bumi sehingga ditunaikannya zakat fithrah” [Hadits].

Hukum pembayaran zakat fithrah itu wajib pada semua ummat islam yang mampu, bahkan bayi yang baru lahirpun wajib dibayarkan zakat fithrahnya oleh orangtuanya. Sebenarnya persoalan zakat fithrah bagi ummat islam bukanlah hal yang baru, kadangkala pendistribusiannya tidak sesuai dengan yang dituntunkan Rasulullah. Zakat fithrah diprioritaskan untuk fakir miskin yang disekitar tempat tinggal seseorang. Sangat ironis dan menyedihkan bila kita gencarkan dana termasuk zakat fithrah selain yang diprioritaskan itu. Masjid semakin indah dan megah tapi umat disekitarnya dalam keadaan tidak makan, miskin, melarat sampai tidak ada yang akan dimakannya di hari raya Idul Fithri, sementara orang lain bergelimang dengan kemewahan. Zakat sebenarnya untuk mengentaskan kemiskinan, tapi karena penyaluran zakat yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul malah terkesan menetaskan kemiskinan.

Kita masih menyaksikan di kampung-kampung pembayaran zakat fithrah untuk seorang guru menaji atau seorang ustadz, sampai dia bisa mengantongi beras berton-ton dari jamaah pengajiannya. Ini memang tidak dilarang, tapi tidak etis rasanya semua zakat fithrah itu untuknya. Ini adalah amal ritual yang diwajibkan Allah selain untuk melengkapi kekurangan ibadah puasa Ramadhan juga untuk membersihkan diri seseorang dari sifat kikir yang telah diawali dengan berbagai amal kebaikan dalam bulan Ramadhan. Dia punya waktu tertentu, hanya boleh dibayar diawal Ramadhan sampai sebelum khatib turun dari mimbar. Bila dibayarkan setelah itu maka kebaikan yang dikeluarkan tidak dinilai sebagai zakat fithrah tapi sebagai sedekah biasa.


Zakat fithrah juga untuk menyucikan diri dan harta ummat dari segala kotoran. Orang yang telah terbiasa membayar zakat mal, zakat profesi dan sedekah maka tidak ada keberatan baginya mengeluarkan sedikit harta untuk zakat fithrah, jumlahnya hanya 2,5 kg setiap jiga, atau bahan makanan lainnya yang sesuai dengan daerah masing-masing. Selain itu mendidik umat agar menyantuni orang miskin dan fakir, inilah yang saat yang tepat untuk peka terhadap penderitaan orang lain.

Rasulullah pernah terlambat menunaikan shalat Idul Fithri karena berpapasan denan seorang bocah yang bermasalah, pakaiannya kumal, rambutnya kusut dan tidak terurus,”Kenapa kamu menangis sementara teman-temanmu sibuk dengan permainannya, pakaiannyapun bagus-bagus dan di tangannya da kue yang enak, dimana orangtuamu?”.

Anak itu terkejut dengan datangnya seorang lelaki di hadapannya, dia tidak tahu kalau sedang berhadapan dengan Rasulullah,”Bagaimana saya tidak sedih, ayah saya sudah meninggal, ia syahid dalam peperangan mengikuti perintah jihad dari Rasulullah, sedangkan ibu saya sudah menikah lagi, mereka tidak memperhatikan saya...”, Keluhan lirih itu disambut oleh ajakan Rasulullah,”maukah engkau berayahkan Muhammad, beribukan Aisyah, bersaudarakan Fatimah dan bertemankan Hasan?”.

Spontan anak itu menerima tawaran itu, Rasulullah mengantarkan anak itu pulang untuk dimandikan, diberi makan, diberi baju baru dan belanja layaknya seorang anak yang sedang merayakan Idul Fithri.

Zakat fithrahpun bukan sebatas itu, dia menyentuh hati manusia agar menghilangkan sifat kikir yang selama ini bersemayam di hati, lebih suka menerima daripada memberi, segala yang untuk kita ”oke” jawabnya, tapi yang untuk orang lain nanti dulu. Inilah watak manusia yang cendrung suka menumpuk harta tanpa mau mengeluarkan daki-daki harta itu dengan zakat, infaq dan sedekah. Sudahkah anda bayarkan zakat fithrah ? Ramadhan tahun ini segera berakhir maka yang satu ini jangan sampai lupa! Wallahu a’lam. [Harian Mimbar Minang Padang, 10 Desember 2001].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar